BisnisKabupaten Sukabumi

Menutup Atau Relokasi Pabrik Bukan Sekedar Gertakan

Sukabuminow.com || Kaum buruh di Kabupaten Sukabumi terancam PHK massal. Awal tahun ini saja sudah ada beberapa perusahaan yang menutup pabriknya. Terakhir PT MGL yang bergerak di bidang garmen menutup pabriknya dan membuat ribuan buruhnya kehilangan pekerjaan.

Ning Wahyu, Ketua Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Kabupaten Sukabumi, mengakui bahwa ada beberapa perusahaan lagi yang akan menutup pabriknya di Kabupaten Sukabumi. Di antara perusahaan-perusahaan yang membekukan operasi pabriknya, sebagian anggota Apindo dan sebagian lagi bukan bagian dari organisasi para pengusaha tersebut.

“Ada beberapa hal yang menjadi penyebab tutupnya pabrik garmen. Di antara penyebab itu, hal yang paling utama adalah daya saing. Kita tahu daya saing perusahaan-perusahaan di Sukabumi lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan di Jawa Tengah karena upah di daerah lain lebih rendah. Bahkan ada daerah yang beda upah buruhnya menyentuh di kisaran 1 juta rupiah dengan tingkat produktivitas yang sama,” kata Ning saat diwawancarai Tabloid Warta Sukabumi pada pertengahan Februari lalu.

Baca Juga :

Buyer-buyer, lanjut dia, pasti memilih untuk menaruh order pada perusahaan berdaya saing tinggi. Kewajiban pengusaha tidak hanya membayar upah. Kenaikan upah ini berpengaruh pada kenaikan pembayaran tanggungan perusahaan terhadap BPJS, pembiayaan pesangon, pembiayaan lembur, dan sebagianya. Jadi, kenaikan upah dan imbas domino darinya sangat memberatkan pengusaha yang akhirnya tidak mampu bersaing dan memilih menutup pabriknya.

“Kami rutin menggelar dialog dengan para anggota Apindo dan pemda untuk mencari solusi-solusi mencegah PHK. Salah satu pembahasan penting adalah melakukan pelatihan bersama-sama supaya bisa menaikkan kemampuan yang akan berujung pada kenaikan produktivitas pekerja. Pengusaha banyak juga yang menambah investasi dengan pengadaan alat dan mesin-mesin untuk mendukung produktivitas juga. Semua demi meningkatkan daya saing,” terangnya.

Pengusaha juga berdialog dengan serikat pekerja untuk membahas kondisi Sukabumi yang tidak lagi menjadi pilihan favorit pengusaha dalam berinvestasi. Dari dialog tersebut, pengusaha mengharapkan para pekerja bisa memahami kondisi Sukabumi dan ikut menjaga iklim daerah Sukabumi supaya nyaman untuk bekerja dan berinvestasi. Serikat pekerja harus benar-benar memahami karena relokasi pabrik bukan sekedar gertakan, tetapi betul-betul sudah, sedang, dan akan terus terjadi. Dia membenarkan ada perusahaan di Sukabumi yang memindahkan pabriknya ke wilayah Jawa Tengah seperti Brebes.

“Kami juga berdialog dengan jajaran kepolisian untuk supaya betul-betul dapat bekerja sama dalam menjaga keamanan berinvestasi,” tambahnya.

Baca Juga  :

Selain itu para pengusaha pun aktif mendiskusikan solusi sebagai exit way dari terciptanya pengangguran akibat tutupnya pabrik atau relokasi pengusaha ke daerah lain. Dalam hal ini, ujar Ning, pemda atau pemprov berencana membuka kawasan industri baru dengan rencana ketersediaan banyak fasilitas di seputar area tersebut untuk mengurangi biaya-biaya operasional yang timbul serta untuk meningkatkan produktivitas para pekerja.

“Terus terang mencegah relokasi dan penutupan pabrik itu sangat sulit karena begitulah persaingan akan terjadi secara alamiah. Kecuali memang bisa dilakukan terobosan-terobosan luar biasa yang bisa menutup gap perbedaan upah tersebut, misalnya dengan keringanan pajak untuk perusahaan padat karya,” tutur Ning.

Terobosan lainnya berupa penetapan upah untuk pekerja yang disepakati oleh pengusaha dan serikat pekerja asalkan besarannya tidak lebih kecil dari Upah Minimum Provinsi (UMP). Bisa saja terobosan ini menimbulkan pro kontra. Menurut Ning, terobosan ini diberlakukan pada perusahaan-perusahaan yang akan tutup atau relokasi karena ketidakmampuan bersaing yang berakibat buyer mengurangi order. Pilihannya perusahaan harus mengurangi karyawan, mengurangi upah, atau tutup/relokasi.

“Saya pikir perlu diberikan wewenang kepada pengusaha dan serikat pekerja terkait untuk melakukan dialog serta mencapai kesepakatan besaran upah yang sanggup diberikan oleh pengusaha dan bisa diterima para karyawan. Kalau tidak, pengusaha akan tutup atau memindahkan perusahaan serta karyawan akan kehilangan pekerjaan mereka,” jelasnya.

Baca Juga  :

Langkah-langkah yang dapat dilakukan bersama oleh pengusaha, serikat pekerja, dan pemerintah adalah menjaga kondusivitas keamanan dan kenyamanan berusaha serta bekerja sama untuk mendiskusikan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengusaha sehingga kondisi yang tercipta tidak kontra produktif. Yang sudah dilakukan sekarang, kata Ning, adalah kerja sama menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan skill karyawan dalam rangka peningkatan produktivitasnya.

“Para pihak juga harus menjadi katalisator bagi keharmonisan hubungan pengusaha dan serikat buruh supaya tidak terjadi miskomunikasi atau demo yang dapat menambah pusing pengusaha. Selain itu harus ada kerja sama untuk menciptakan exit way yang bisa menyerap pengangguran akibat adanya relokasi atau pabrik tutup,” kata dia.

Menurut dia, harapan pengusaha kepada para pekerja adalah keseriusan untuk menjalin komunikasi dan kolaborasi yang sehat serta penuh pemahaman terhadap situasi yang sudah sangat serius ini. Kemudian melakukan peran masing-masing dengan baik untuk mencapai tujuan bersama. Yang dimaksud tujuan bersama adalah terjaganya keberlangsungan usaha dan ketersediaan pekerjaan bagi para pekerja.

“Sebenarnya yang diinginkan pengusaha hanyalah kenyamanan dan keamanan berusaha,” ujar dia.

Sampai sekarang potensi pabrik tutup atau relokasi dari Sukabumi masih cukup besar. Beberapa perusahaan sudah membangun pabrik di daerah lain. Meskipun ada juga yang membangun pabrik di daerah lain itu karena ingin menambah kapasitas produksi. (Cepi)

Naskah ini telah terbit di Tabloid Warta Sukabumi Edisi 38/25 Februari – 25 Maret 2019

Berita Terkait

Back to top button