Kabupaten SukabumiSeni Dan Budaya

Casting Film “Senja yang Hilang” Diserbu Gen Z Sukabumi, Usung Isu Perdagangan Orang

Potensi Lokal Jadi Pemeran Utama

Sukabuminow.com || Sebuah film bertema edukasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berjudul “Senja yang Hilang” segera diproduksi oleh Yayasan Rusaida Production, dengan sutradara Bara Bantalaseta. Saat ini, proses produksi memasuki tahap casting, yang disambut antusias para pemuda di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.

Kegiatan casting digelar di Gedung Geopark Information Center (GIC) Citepus, selama dua hari, 10–11 Mei 2025. Lebih dari 40 peserta telah mendaftarkan diri untuk menjadi bagian dari film yang mengangkat isu krusial perdagangan manusia, terutama yang melibatkan perempuan muda sebagai korban.

Bara mengungkapkan bahwa ide film ini lahir dari keprihatinannya atas banyaknya kasus perdagangan manusia yang masih terjadi di Indonesia, termasuk di wilayah pedesaan.

“Senja yang Hilang terinspirasi dari realitas di sekitar kita. Perdagangan orang bukan hanya persoalan kejahatan, tetapi juga dampak sosial yang dalam. Melalui film ini, kami ingin menyentuh hati dan kesadaran masyarakat,” ujar Bara, Sabtu (10/5/25).

Film ini, lanjut Bara, bukan hanya mengedukasi publik soal bahaya TPPO, tapi juga memberi ruang bagi anak-anak muda Sukabumi untuk mengekspresikan bakat seni mereka. Dalam proses casting, prioritas utama diberikan kepada talenta lokal, bukan artis ternama.

“Kami ingin film ini menjadi milik Sukabumi, dari visual lanskapnya, nilai-nilai budayanya, sampai para pemainnya. Anak-anak muda di sini punya potensi besar, hanya saja belum banyak yang diberi wadah,” ujarnya.

Tokoh utama dalam film ini adalah “Senja”, sosok gadis desa yang lugu dan berbakti kepada orang tua. Ia menjadi korban TPPO karena tekanan ekonomi dan dorongan dari keluarganya sendiri.

“Saya ingin menunjukkan bahwa perdagangan orang tidak selalu terjadi karena iming-iming luar, tapi juga karena dorongan internal keluarga yang tanpa sadar menjerumuskan,” jelas Bara.

Film ini akan menampilkan lokasi-lokasi ikonik Kabupaten Sukabumi, seperti SBH, kawasan Ciletuh Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGGp) seperti Curug Cimarinjung, dan sejumlah desa di Jampangkulon. Selain sebagai latar cerita, lokasi ini dipilih sebagai bagian dari upaya mempromosikan potensi pariwisata dan budaya lokal.

Tak hanya menyasar penonton umum, film ini juga diharapkan dapat menyentuh instansi pemerintahan terkait, yang menurut Bara, kerap terlibat secara administratif dalam proses yang kerap dimanfaatkan oleh pelaku TPPO.

“Film ini menyentuh semua aspek. Kami ingin instansi tidak tersinggung, karena tujuannya untuk membangun kesadaran bersama bahwa perubahan itu perlu, termasuk dari sisi prosedural,” katanya.

Saat ditanya mengenai jadwal produksi, Bara menyebutkan bahwa proses syuting akan dilakukan setelah tahap pelatihan dan pembekalan karakter bagi para pemeran, agar mereka siap secara penuh.

“Kami ingin hasil terbaik. Karena ini bukan sekadar film, tapi juga gerakan edukatif,” tegasnya.

Dengan semangat kolaborasi dan edukasi, film “Senja yang Hilang” diharapkan mampu menjadi karya yang tidak hanya menyentuh sisi emosional, tapi juga menggugah aksi nyata untuk mencegah dan mengakhiri TPPO di Indonesia, dimulai dari Sukabumi.

Reporter: Edo
Redaktur: Andra Permana

Berita Terkait

Back to top button
error: Content is protected !!